Jenderal Soedirman
merupakan salah satu tokoh paling populer dalam sejarah perjuangan
bangsa Indonesia. Ia adalah panglima TNI yang pertama, tokoh agama,
pendidik, tokoh Muhammadiyah sekaligus pelopor perang gerilya di
Indonesia. Jenderal Soedirman juga salah satu jenderal
bintang lima di Indonesia selain Jenderal AH Nasution, dan Jenderal
Soeharto. Beliau lahir di Bodas Karangjati, Purbalingga, Jawa Tengah,
tanggal 24 Januari 1916 dan meninggal di Magelang, Jawa Tengah, 29
Januari 1950 pada umur 34 tahun karena penyakit tuberkulosis dan
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara di Semaki, Yogyakarta.
Jenderal Soedirman lahir dan dibesarkan
dalam keluarga sederhana. Ayahnya, Karsid Kartowirodji, adalah seorang
pekerja di Pabrik Gula Kalibagor, Banyumas, dan ibunya, Siyem, adalan
keturunan Wedana Rembang. Soedirman sejak umur 8 bulan diangkat sebagai
anak oleh R. Tjokrosoenaryo, seorang asisten Wedana Rembang yang masih
merupakan saudara dari Siyem. Jenderal Soedirman
memperoleh pendidikan formal dari Sekolah Taman Siswa. Kemudian ia
melanjut ke HIK (sekolah guru) Muhammadiyah, Surakarta tapi tidak sampai
tamat. Soedirman saat itu juga giat di organisasi Pramuka Hizbul
Wathan. Setelah itu ia menjadi guru di sekolah HIS Muhammadiyah di
Cilacap.
Pengetahuan militernya diperoleh dari
pasukan Jepang melalui pendidikan. Setelah menyelesaikan pendidikan di
PETA, ia menjadi Komandan Batalyon di Kroya, Jawa Tengah. Kemudian ia
menjadi Panglima divisi V/Banyumas sesudah TKR terbentuk, dan akhirnya
terpilih menjadi Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia (Panglima
TKR). Soedirman dikenal memiliki pribadi yang teguh pada prinsip dan
keyakinan, Ia selalu mengutamakan kepentingan orang banyak banyak dan
bangsanya di atas kepentingan pribadinya, bahkan kepentingan
kesehatannya sendiri. Pribadinya tersebut ditulis dalam sebuah buku oleh
Tjokropranolo, pengawal pribadinya semasa gerilya, sebagai seorang yang
selalu konsisten dan konsekuen dalam membela kepentingan tanah air,
bangsa, dan negara. Pada masa pendudukan Jepang ini, Soedirman pernah
menjadi anggota Badan Pengurus Makanan Rakyat dan anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Karesidenan Banyumas. Dalam saat ini ia mendirikan
koperasi untuk menolong rakyat dari bahaya kelaparan.
Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang
menyerah tanpa syarat kepada Pasukan Sekutu. Momen tersebut digunakan
Soekarno untuk mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia. Soedirman dan
pasukannya bertempur di Banyumas, Jawa Tengah melawan Jepang dan
berhasil merebut senjata dan amunisi. Saat itu pasukan Jepang posisinya
masih kuat di Indonesia. Soedirman mengorganisir batalyon PETA-nya
menjadi sebuah resimen yang bermarkas di Banyumas, untuk menjadi pasukan
perang Republik Indonesia yang selanjutnya berperan besar dalam perang
Revolusi Nasional Indonesia.
Sesudah Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
terbentuk, ia kemudian diangkat menjadi Panglima divisi V/Banyumas
dengan pangkat Kolonel. Dan melalui Konferensi TKR tanggal 12 November
1945, Soedirman terpilih menjadi Panglima Besar TKR/Panglima Angkatan
Perang RI. Selanjutnya dia mulai menderita penyakit tuberkulosis, namun
dia tetap terjun dalam beberapa perang gerilya melawan pasukan NICA
Belanda yang ingin menguasai Indonesia kembali setelah Jepang menyerah.
Perang besar pertama yang dipimpin
Soedirman adalah perang Palagan Ambarawa melawan pasukan Inggris dan
NICA Belanda yang berlangsung dari bulan November sampai Desember 1945.
Pada Desember 1945, pasukan TKR yang dipimpin oleh Soedirman terlibat
pertempuran melawan tentara Inggris di Ambarawa. Dan pada tanggal 12
Desember 1945, Soedirman melancarkan serangan serentak terhadap semua
kedudukan Inggris di Ambarawa. Pertempuran terkenal yang berlangsung
selama lima hari tersebut diakhiri dengan mundurnya pasukan Inggris ke
Semarang. Perang tersebut berakhir tanggal 16 Desember 1945. Setelah
kemenangan Soedirman dalam Palagan Ambarawa, pada tanggal 18 Desember
1945 dia dilantik sebagai Jenderal oleh Presiden Soekarno. Soedirman
memperoleh pangkat Jenderal tersebut tidak melalui sistem Akademi
Militer atau pendidikan tinggi lainnya, tapi karena prestasinya.
Jendral Soedirman tetap terjun ke medan
perang saat terjadi agresi militer Belanda II di Ibukota Yogyakarta.
Saat itu Ibukota RI dipindahkan ke Yogya karena Jakarta sudah dikuasai
Belanda.Soedirman memimpin pasukannya untuk membela Yogyakarta dari
serangan Belanda tanggal 19 Desember 1948 tersebut. Dalam perlawanan
tersebut, Kondisi kesehatan Jenderal Soedirman sudah
dalam keadaan sangat lemah karena penyakit tuberkulosis yang dideritanya
sejak lama. Yogyakarta pun kemudian dikuasai Belanda, walaupun sempat
dikuasai oleh tentara Indonesia setelah Serangan Umum 1 Maret 1949. Saat
itu, Presiden Soekarno dan Mohammad Hatta dan beberapa anggota kabinet
juga ditangkap oleh tentara Belanda. Karena situasi genting tersebut,
Soedirman dengan ditandu berangkat bersama pasukannya dan kembali
melakukan perang gerilya.
Ia berpindah-pindah selama tujuh bulan
dari hutan satu ke hutan lain, dan dari gunung ke gunung dalam keadaan
sakit hampir tanpa pengobatan dan perawatan medis. Soedirman pulang dari
gerilya tersebut karena kondisi kesehatannya yang tidak memungkinkannya
untuk memimpin Angkatan Perang secara langsung. Setelah itu Soedirman
hanya menjadi tokoh perencana di balik layar dalam kampanye gerilya
melawan Belanda. Setelah Belanda menyerahkan kepulauan nusantara sebagai
Republik Indonesia Serikat dalam Konferensi Meja Bundar tahun 1949 di
Den Haag, Jenderal Soedirman kembali ke Jakarta bersama Presiden Soekarno, dan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Pada tangal 29 Januari 1950, Jenderal Soedirman
meninggal dunia di Magelang, Jawa Tengah karena sakit tuberkulosis
parah yang dideritanya. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma
Negara di Semaki, Yogyakarta. Ia dinobatkan sebagai Pahlawan Pembela
Kemerdekaan. Pada tahun 1997 dia mendapat gelar sebagai Jenderal Besar
Anumerta dengan bintang lima, pangkat yang hanya dimiliki oleh beberapa
jenderal di RI sampai sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar